BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moral
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, moral adalah:
1. ajaran) baik buruk yg diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila: -- mereka sudah
bejat, mereka hanya minum-minum dan mabuk-mabuk, bermain judi, dan bermain
perempuan;
2. kondisi mental yg
membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, dsb; isi hati
atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dl perbuatan: tentara kita memiliki
-- dan daya tempur yg tinggi;
3. ajaran kesusilaan yg dapat ditarik dr suatu
cerita;
Menurut Bertens, moral
berawal dari bahasa latin mos, jamaknya mores yang juga berarti adat kebiasaan.
Secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral, keduanya berarti adat kebiasaa.
Perbedaannya hanya pada bahasa asalnya, Etika berasal dari bahasa Yunani,
sedangkan moral berasal dari bahasa latin.
Dalam Wikipedia
dijelaskan, Moral adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainnya
dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di
mata manusia lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh
manusia. Moral secara ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses
sosialisasi individu tanpa moral manusia tidak bisa melakukan proses
sosialisasi. Moral dalam zaman sekarang mempunyai nilai implisit karena banyak
orang yang mempunyai moral atau sikap amoral itu dari sudut pandang yang
sempit. Moral itu sifat dasar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan manusia
harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati oleh sesamanya. Moral adalah
nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian
terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.Moral adalah
perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia.
apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya,
maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral
adalah produk dari budaya dan Agama.
Antara etika dan moral
memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih
banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut
pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara
universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika
menjelaskan ukuran itu.
Namun demikian, dalam
beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam
pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk
menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran
moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang
dan berlangsung di masyarakat.
Istilah moral
senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti
pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai
dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai
tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik
buruknya sebagai manusia.
B. Hubungan Moral dan Hukum
Menurut DR. Haryatmoko, dalam Kompas, 10 Juli 2001
mengatakan, ada lima pola hubungan moral-hukum yang bisa dibagi dalam dua
kerangka pemahaman. Kerangka pemahaman pertama, moral sebagai bentuk yang
mempengaruhi hukum. Moral tidak lain hanya bentuk yang memungkinkan hukum
mempunyai ciri universalitas. Sebagai bentuk, moral belum mempunyai isi.
Sebagai gagasan masih menantikan pewujudan. Pewujudan itu adalah rumusan hukum
positif.
Pola hubungan moral-hukum itu yaitu:
1.
Moral dimengerti sebagai yang menghubungkan
hukum dengan ideal kehidupan sosial-politik, keadilan sosial. Upaya-upaya nyata
dilakukan untuk mencapai ideal itu, tetapi sesempurna apa pun usaha itu tidak
akan pernah bisa menyamai ideal itu. Bagi penganut paham hukum kodrat, ini
merupakan pola hubungan hukum kodrat dan hukum positif.
2.
Hanya perjalanan sejarah nyata, antara lain
hukum positif yang berlaku, sanggup memberi bentuk moral dan eksistensi
kolektif. Pewujudan cita-cita moral tidak hanya dipahami sebagai cakrawala yang
tidak mempunyai eksistensi (kecuali dalam bentuk gagasan). Dalam pola kedua
ini, pewujudan moral tidak hanya melalui tindakan moral, tetapi dalam
perjuangan di tengah-tengah pertarungan kekuatan dan kekuasaan, tempat di mana
dibangun realitas moral (partai politik, birokrasi, hukum, institusi-institusi,
pembagian sumber-sumber ekonomi).
3.
Voluntarisme moral. Di satu pihak, hanya dalam
kehidupan nyata moral bisa memiliki makna; di lain pihak, moral dimengerti juga
sebagai sesuatu yang transenden yang tidak dapat direduksi ke dalam hukum dan
politik. Satu-satunya cara untuk menjamin kesinambungan antara moral dan hukum
atau kehidupan konkret adalah menerapkan pemahaman kehendak sebagai kehendak
murni. Implikasinya akan ditatapkan pada dua pilihan yang berbeda: Di satu
pihak, pilihan reformasi yang terus-menerus. Pilihan ini merupakan keprihatinan
agar moral bisa diterapkan dalam kehidupan nyata, tetapi sekaligus sangsi akan
keberhasilannya. Maka yang bisa dilakukan adalah melakukan reformasi
terus-menerus. Di lain pihak, pilihan berupa revolusi puritan. Dalam revolusi
puritan, misalnya Taliban di Afganistan, ada kehendak moral yang yakin bahwa
penerapan tuntutan moral itu bisa dilakukan dengan memaksakannya kepada semua
anggota masyarakat. Kecenderungannya ialah menggunakan metode otoriter.
Kerangka pemahaman kedua menempatkan moral sebagai sesuatu yang di luar politik
dan tidak dapat direduksi menjadi politik. Moral dilihat sebagai suatu bentuk
kekuatan yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan sejarah atau politik
kecuali dengan melihat perbedaannya. Dalam kelompok ini ada dua pola hubungan antara
moral dan hukum.
4.
Moral tampak sebagai di luar politik. Dimensi
moral menjadi semacam penilaian yang diungkapkan dari luar, sebagai ungkapan
dari suatu kewibawaan tertentu. Tetapi, kewibawaan ini bukan merupakan kekuatan
yang efektif, karena tidak memiliki organ atau jalur langsung untuk menentukan
hukum. Pola hubungan ini mirip dengan posisi kenabian. Nabi dimengerti sebagai
orang yang mengetahui apa yang akan terjadi dan apa yang sedang berlangsung,
tetapi tidak bisa berbuat apa-apa karena ada di luar permainan politik. Tetapi,
nabi memiliki kewibawaan tertentu. Dalam perspektif ini, hubungan antara moral
dan hukum atau politik biasanya bersifat konfliktual. Dalam rezim ini ada
pemisahan antara masalah agama dan masalah politik.
5.
Politik dikaitkan dengan campur tangan suatu
kekuatan dalam sejarah. Kekuatan ini adalah tindakan kolektif yang berhasil
melandaskan diri pada mesin institusional. Moral dianggap sebagai salah satu
dimensi sejarah, sebagai etika konkret bukan hanya bentuk dari tindakan. Dengan
demikian moral berbagi lahan dengan politik. Di satu pihak, moral hanya bisa
dipahami melalui praktik politik. Melalui politik itu moral menjadi efektif:
melalui hukum, lembaga-lembaga negara, upaya-upaya dalam masalah kesejahteraan
umum. Tetapi, moral tetap tidak bisa direduksi ke dalam politik. Di lain pihak,
politik mengakali moral. Sampai pada titik tertentu, politik (dalam arti ambil
bagian dalam permainan kekuatan) hanya mempermainkan moral karena politik hanya
menggunakan moral untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat.
C. Kondisi Moral Anak Usia Sekolah
Negara Indonesia
sekarang ini sedang mengalami krisis moral. Moral anak – anak yang notabene
adalah calon para penerus bangsa kini malah mulai tergerus oleh arus jaman,
betapa tidak kini dengan mudah dijumpai anak – anak yang sangat tidak
mencerminkan perilaku moral yang baik dan terpuji. Tindakan tersebut bukan
hanya dicerminkan oleh para anak – anak remaja bahkan sampai pada anak – anak
usia sekolah dasar yaitu kisaran 7 – 12 tahun.
Usia 7 – 12 tahun
yaitu usia dimana tingkat kognisi anak sedang berkembang pesat jadi anak
menerima segala bentuk pengetahuan baru secara utuh yang diberikan oleh segenap
lingkungannya, apabila lingkungannya mendukung pada pembentukan moral yang baik
maka akan terbentuk anak yang bermoral baik dan sebaliknya.
Terdapat beberapa
contoh ciri – ciri anak usia sekolah dasar yang memiliki moral rendah antara
lain :
1.
Tidak patuh terhadap orang tuanya
Salah satu ciri anak
yang tingkat moralitasnya menurun yaitu anak tersebut tidak patuh pada orang
tuanya. Tidak patuh disini berarti tidak mau menerima perintah orang tua untuk
menjalankan perilaku terpuji. Contohnya anak yang diperintah untuk mengetuk
pintu dan mengucapkan salam bila memasuki rumah, namun anak tersebut tetap
teguh pendirian untuk tidak mau melaksanakannya .
Namun sebenarnya
pengajaran mengenai moral di lingkungan keluarga tersebut tergantung pada
didikan orang tua dan sifat anak. Didikan orang tua sangatlah berpengaruh pada
pembentukan moral anak karena orang tua menjadi panutan dan teladan bagi anak,
jadi baik buruknya anak tergantung pada baik buruknya perlakuan dan cara
mendidik dari orang tua. Orang tua yang selalu memperhatikan tingkah laku anak,
selalu mengajarkan kebaikan kepada anak, selalu membimbing akhlak anak, selalu
mengajarkan etika dan sopan santun,selalu melatih anak untuk berfikir, selalu
diberikan kasih sayang dan selalu mengajarkan anaknya untuk disiplin tentu akan
membentuk anak seperti yang orang tua tersebut inginkan yaitu menjadi anak yang
baik, berakhlak mulia,beretika dan sopan santun, cerdas, kreatif, serta
disiplin. Berbeda dengan orang tua yang tidak pernah memperhatikan perilaku
anak atau acuh tak acuh terhadap anak, tidak dapat memberikan kasih sayangnya,
tidak dapat mendidik anak untuk beretika, sopan dan disiplin tentu akan
terbentuk anak yang moralnya rendah.
2.
Berperilaku kasar
Anak – anak usia 7 –
12 tahun memang masih dalam masa anak – anak yang aktif. Namun saat sekarang
ini banyak sekali anak yang hyperaktif sehingga anak tersebut kurang dapat
mengendalikan emosinya, hyperaktif disini dimaksudkan anak – anak bertindak
pada perilaku – perilaku negative yang biasanya mereka terima dari pengaruh
lingkungannya karena sistem pikiran anak usia 7 – 12 tahun masih pada tahapan
imitasi.
Perilaku negative anak
dapat ditujukan contohnya saat ini terdapat anak yang sering terlibat
perkelahian dan adu mulut dengan teman sebayanya, berani membentak orang tua,
berbicara dengan kata – kata kasar. Hal ini merupakan salah satu perilaku yang
akan membahayakan bagi perkembangan emosi anak apabila tidak ada peran pranata
yang mampu mengendalikannya, pada realita yang terjadi saat ini tidak jarang
terdengar kata – kata kasar yang secara gamblang terucap oleh anak – anak usia
sekolah dasar
3.
Acuh tak acuh pada pelajaran
Salah satu contoh ciri
– ciri anak yang memiliki keterbelakangan moral rendah yaitu acuh tak acuh pada
pelajaran yang mereka terima. Biasanya guru – guru sekolah dasar menyebut
mereka sebagai anak yang sulit diatur. Untuk dapat mengatasinya diperlukan
suatu motivasi yang memberikan mereka kesadaran akan pentingnya pendidikan dan
para pendidik harus mampu mengkondisikan pelajaran yang menyenangan bagi anak
agar anak dapat mengikuti dengan baik walaupun anak tersebut sulit diatur
sekalipun.
4.
Bersikap seperti orang dewasa
Saat ini banyak sekali
kasus – kasus pada anak usia 7 – 12 tahun menyangkut perilaku seks yang
seharusnya belum mereka ketahui saat masih dini. Kebrobokan moral yang
menyangkut seksualitas anak usia dini ini merupakan dampak negative dari media
– media yang tersebar dilingkungan anak.
- Faktor yang
Menyebabkan Turunnya Moral Anak Usia Sekolah
Menurunnya
moral anak dapat disebabkan dari beberapa faktor antaralain :
1.
Faktor Internal
Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri dan
biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Jadi apabila sifat bawaan sejak
anak dilahirkan baik maka akan sulit menerima hal – hal buruk yang berlawanan.
2.
Faktor Eksternal
Faktor
eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Menurutnya
Faktor ekternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan
seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya yaitu keluarga, teman, tetangga,
sampai dengan pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan VCD atau
dunia maya atau internet , alat komunikasi serta media cetak seperti koran,
majalah, dan lain sebagainya.
a.
Lingkungan keluarga
Lingkungan
keluarga adalah lingkungan yang pertama kali berpengaruh terhadap perkembangan
moral anak karena merupakan lingkungan yang pertama kali dikenal oleh anak.
Pembentukan moral anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara orang tua
mendidik mereka. Anak yang terlahir di lingkungan keluarga yang memiliki
kedamaian baik lahir maupun batin tentu akan mengkondisikan anaknya pendidikan
moral dalam keluarga yang baik pula, biasanya perilaku ini dilakukan oleh para
orang tua yang berpendidikan dan peka terhadap pendidikan anaknya termasuk
pendidikan moral agar diharapkan nanti anak tersebut mampu menjadi penerus
keluarga yang dipandang baik oleh masyarakat di lingkungan sekitarnya.
b.
Lingkungan masyarakat
Lingkungan
masyarakat dalam hal ini yang bersesuaian dengan anak usia sekolah contohnya
anak usia 7 – 12 tahun adalah teman sebayanya, namun ada juga dalam suatu
lingkungan dimana ada anak yang tidak memiliki rekan sebaya sehingga
menyebabkan anak tersebut berkorelasi dengan anak dewasa yang umurnya terlampau
jauh dari anak tersebut, dalam konteks ini dapat dilihat adanya kesenjangan
pemikiran antara anak umur 7 – 12 tahun dengan anak dewasa, mereka memiliki
pemikiran yang berbeda, jadi apabila orang dewasa tersebut membawa ajaran –
ajaran negative maka anak akan terpengaruhi dan seolah – olah pemikirannya
menjadi dewasa sebelum waktunya dalam hal yang negative. Tentu hal ini akan merugikan
anak – anak usia 7 – 12 tahun tersebut karena mereka kehilangan masa kanak –
kanaknya.
c. Dunia
maya atau internet
Saat ini
dunia maya telah dikenal oleh hampir semua kalangan masyarakat baik orang tua,
dewasa bahkan hingga anak – anak. Anak – anak usia sekolah dasar pun kini turut
menikmati kecanggihan teknologi itu, dengan internet kini di kalangan anak –
anak sudah tidak asing lagi terhadap istilah game online yaitu permainan anak
yang dihubungkan dengan dunia maya atau internet, biasanya game online ini
disediakan di warnet (warung internet ).
Namun
kecanggihan teknologi tersebut membawa pengaruh negative tersendiri terhadap
anak, selain anak menjadi malas dalam belajar, game online tersebut merusak
moral anak karena objek – objek yang ada bahkan hingga permainannya mengandung
unsur – unsur kekerasan, pornografi dan perjudian. Tidak jarang anak – anak
yang menghalalkan segala cara untuk dapat bermain game online dari berbohong
pada orang tua hingga bolos sekolah. Tentu hal ini membawa pengaruh buruk
terhadap moral anak.
d. Media
komunikasi
Terdapat
lagi kecanggihan teknologi masa kini yang telah terjangkau sampai anak – anak
yaitu telepon genggam atau HP. Selain membawa pengaruh positif dalam bidang
komunikasi, HP juga membawa dampak buruk khusunya kepada anak – anak. Karena HP
semua mobilitas seakan berjalan keluar masuk tanpa hambatan sehingga banyak
sekali akses hal – hal negative di dunia komunikasi saat ini. Hal – hal ini
apabila sampai pada fikiran anak maka akan membawa pengaruh buruk terhadap
perkembangan moralnya.
e. Media
masa
Media masa
juga berperan dalam mempengaruhi pembentukan moral anak, contohnya saja
televisi yang tidak jarang menampilkan adegan – adegan yang mengandung unsur
pornografi, sehingga membuat anak – anak berkeinginan untuk mengaplikasikannya
sendiri, tentu hal ini sangat membahayakan bagi perkembangan moral anak.
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa perilaku dan tindak amoral anak disebabkan oleh
moralitas yang rendah dan moralitas yang rendah disebabkan oleh pendidikan moral
di sekolah yang kurang efektif. Untuk itu perlu diintensifkannya pendidikan
moral di sekolah, yaitu dengan dijadikannya pendidikan moral sebagai salah satu
mata pelajaran khususnya di sekolah dasar.
Siswa
sekolah dasar sebagai objek utama karena merupakan anak yang masih dalam tahap
perkembangan imitasi sehingga apabila diberikan pengajaran moral di sekolah
secara penuh maka akan terbentuk pula dasar perilaku moral anak yang baik,
karena apabila tidak diberikan pendidikan moral sejak dini maka ketika dewasa
anak akan terjerumus pada tindakan amoral yang lebih buruk. Pendidikan moral
akan menjadi lebih intensif dan dapat menutrisi tingkat moral anak – anak
secara mendasar kearah yang lebih baik karena segenap pola pikir dan perilaku
moral anak akan dilatih dan dididik. Tujuan dari dijadikannya pendidikan moral
sebagai mata pelajaran di sekolah adalah membantu siswa mempertinggi tingkat
pertimbangan, pemikiran, dan penalaran moralnya.
KEREN
BalasHapus