Senin, 24 Juni 2013

perumpamaan betapa dunia hanyalah tempat persinggahan sesaat

Tuhan berkata, “Berbagai macam hal yang Aku ciptakan di dunia adalah sebagai perumpamaan untukmu. Gunakan kebijaksanaanmu untuk belajar dari mereka, dan naiklah. Lihat bunga teratai yang Aku ciptakan ini. Ia tumbuh dari lumpur dan hidup di air, tapi ia tidak menyimpan lumpur atau air pada daunnya. Kau juga tumbuh dari benih kotor, tapi tidak seperti bunga teratai kau malah menyimpan semua benih kotor itu dalam dirimu. Karena begitu banyak lumpur di dalam dirimu, hidupmu penuh penderitaan. Tapi sejak bunga teratai tidak membawa apa-apa dari tempat ia tumbuh, hidupnya penuh dengan keindahan.
“Lihatlah pada berbagai macam bunga yang Aku ciptakan untuk lebah madu. Tahukah kau berapa banyak warna dan keharuman yang mereka miliki? Tapi dari berbagai macam bunga yang tersedia, sadari bahwa lebah hanya mengambil apa yang menjadi miliknya dan kemudian ia pergi berlalu. Dengan hal yang sama, untukmu Aku menciptakan berbagai macam hal, tiap hal dengan sifat-sifat dan esensinya masing-masing, keduanya baik dan buruk. Mengapa kau tidak mengambil apa yang menjadi bagianmu dan kemudian pergi berlalu? Lebah madu tidak berputar-putar sambil berkata, “Semua bunga ini begitu indah, aku ingin menikmati semuanya.” Lebah madu hanya mengambil apa yang menjadi miliknya. Dengan hal yang sama, adalah tugasmu untuk mengetahui apa yang menjadi milikmu, ambil bagianmu, lalu pergilah.
“Sekarang, jika kau mengaduk lima puluh botol susu, hasilnya kau hanya akan mendapatkan beberapa gram mentega. Aduklah dirimu dan lihat apa yang terjadi. Hanya sedikit bagian berharga yang tersisa. Itulah Aku, satu-satunya yang berharga. Coba kau leburkan bagian berharga itu, kau akan melihat dirimu dan Diriku. Gunakan kebijaksanaanmu dan lihatlah pada apa-apa yang telah Aku berikan kepadamu. Aduk setiap hal dan darinya ambil apa yang menjadi nilai sejatinya.
Perumpamaan yang diberikan Tuhan tidak ada batasnya. “Lihat burung kecil itu yang Aku ciptakan, ia dinamakan burung Kolibri. Ia memiliki bulu yang gelap, tapi bulunya bersinar, dan ia bergerak secepat kilat. Jasadmu juga gelap, tapi aku meletakkan cahaya terang benderang di dalam dirimu, cahaya keimanan, cahaya kebijaksanaan. Ia berada di dalam dirimu, selalu bersinar di sana.
“Pelajaran lainnya datang dari burung Kolibri. Apakah kau lihat bagaimana ia menyeimbangkan tubuhnya untuk mengambil madu, tanpa pernah menyentuh bunganya? Ia melayang-layang di atasnya, menyeimbangkan tubuhnya di udara sembari memasukkan paruhnya ke dalam bunga untuk meminum madunya. Di dalam hidupmu kau juga harus seperti burung Kolibri. Jangan sentuh dunia. Seimbangkan dirimu di atasnya, tanpa bersandar padanya, dan hanya mengambil apa yang kau butuhkan. Jika burung Kolibri kehilangan keseimbangan dan mendarat pada bunganya, tangkainya akan patah dan sarinya akan hilang. Seperti itu, jika kau kehilangan keseimbanganmu, kau akan mendarat di dunia dan terjatuh. Jadi, tetaplah dalam keadaan seimbang, dan katakan, “Tiada Tuhan selain Allah (La ilaha illallahu). Rasakan madu itu. Ia berasal dari samudera kebijaksanaan. Tatkala kau telah merasakannya, kau akan mengerti.”
Samudera kebijaksanaan begitu luas. Tuhan meletakkan bermilliar-milliar hal di samudera tersebut, sebagai perumpamaan untuk kita amati dan pelajari. “Walaupun begitu banyak kelopak yang mengelilingi bunga, tapi dari kedalaman bunganya hanya tercium satu keharuman. Dengan hal yang sama, walaupun begitu banyak hawa nafsu yang Aku letakkan pada dirimu, dan begitu banyak hal yang meliputimu, satu semerbak keharuman datang dari dalam, dari dirimu yang sejati, dan semerbak keharuman itu berhembus dari dirimu kepada segala sesuatu. Jadi seterusnya kirim keharuman itu kepada apapun yang berada di dalam dirimu. Bawalah semua hawa nafsumu ke dalam kendalimu dan transformasikan mereka. Adalah mungkin bagimu untuk melakukan hal itu. Berikan keharumanmu kepada semua yang ada pada dirimu. Semua hal ini diletakkan di samudera kebijaksanaan untuk membantumu memahami pelajaran ini.
“Lihat bagaimana buah-buahan dikelilingi oleh begitu banyak daun dan ranting. Aku menciptakan mereka seperti ini dengan sebuah alasan, untuk membelokkan tekanan dari angin kencang yang berhembus, sehingga buahnya tidak rusak. Dan sebagaimana Aku letakkan daun-daun dan ranting-ranting di sekeliling buah untuk melindunginya, Aku memberimu jasad dengan begitu banyak hawa nafsu dan keinginan, sehingga ketika masalah dan penderitaan datang menyerang, bagian yang paling berat menanggung serangan adalah hawa nafsu dan keinginan dari diri rendahmu, bukan dirimu. Mereka diserang akibat keinginan mereka sendiri. Tapi kau berbuat kesalahan dengan berpikir bahwa kaulah yang diserang dan menderita. Kau harus menyadari bahwa jasad (diri rendah) dan hawa nafsu diciptakan dengan sengaja untuk menangkis tekanan, sehingga kau tidak akan merasakannya, agar kau bisa hidup tenteram dan aman.
Perumpamaan ini dapat membantumu untuk memahami sesuatu yang penting. Tuhan telah menciptakan berbagai hal sebagai perumpamaan bagi kita untuk belajar darinya. Jika kita gagal memahaminya, itu karena kurang bijaknya diri kita.

Minggu, 23 Juni 2013

SEGELINTIR KISAH AHLI MATEMATIKA

Carl Friedrich Gauss

Carl Friedrich Gauss merupakan salah satu ilmuwan hebat dunia, ia juga diakui sebagai ahli matematika terbesar sepanjang masa. Hal ini cukup beralasan, sebab ia memang jenius sejak kecil. Pada saat Gauss berusia tiga tahun, ia berhasil menemukan kesalahan yang dilakukan ayahnya waktu sang ayah melakukan kalkulasi di bidang keuangan.

Gauss melakukan hal yang menakjubkan lagi saat ia berada di sekolah dasar. Pada waktu itu guru matematikanya meminta murid-murid menjumlahkan bilangan-bilangan dari 1 hingga 100. Ia melakukannya dengan harapan ia bisa beristirahat cukup lama sebelum melanjutkan pelajaran, namun ternyata Gauss berhasil menyelesaikan soal tersebut beberapa detik setelahnya. Gauss menyelesaikannya dengan cara yang unik: ia mengelompokkan bilangan dari 1 hingga 100 menjadi 1 dan 100, 2 dan 99, 3 dan 98, dan seterusnya hingga 50 dan 51. Jumlah setiap pasang bilangan adalah 101 dan ada 50 pasang bilangan, sehingga jumlah total bilangan adalah 50 x 101= 5050. Mantap.

Paul Wolfskehl

Ia bukan orang yang ahli matematika, melainkan orang industri dari Jerman. Lalu apa hubungannya dengan matematika?

Cerita Paul Wolfskehl ini lebih mengherankan lagi: hidupnya diselamatkan oleh matematika. Entah karena masalah percintaan atau karena penyakit yang dideritanya, suatu hari ia berniat mengakhiri hidupnya. Paul bahkan sudah merencakan tanggal dan pukul berapa ia akan bunuh diri dan menyiapkan pistol untuk kemudian diarahkan ke kepalanya. Beberapa jam sebelum ingin menembak dirinya, ia mengunjungi perpustakaan pribadinya dan menemukan sebuah makalah tentang teorema yang sangat terkenal: Fermat’s Last Theorem.

Ia mulai membaca, dan tidak membutuhkan waktu lama untuk ia tenggelam dalam kesibukannya. Bukannya memikirkan mengenai bunuh diri, ia sibuk berpikir bagaimana cara memecahkan persoalan yang ada pada makalah tersebut. Perjuangannya memecahkan soal memang akhirnya gagal, namun tepat setelah itu dia sadar bahwa waktu yang ia tentukan untuk menembak dirinya sudah lewat. Ia pun terkagum dengan keindahan yang dia alami dalam memecahkan persoalan dan membatalkan niatnya untuk bunuh diri. Sebagai “balas jasa”, ia menyelenggarakan hadiah 100.000 Marks bagi siapa yang dapat memecahkan permasalahan Fermat’s Last Theorem. Hadiah ini kemudian dikenal dengan nama hadiah Wolfskehl.

George Dantzig

Jika dua kisah pertama belum membuat anda heran, bisa dipastikan anda akan takjub dengan cerita mengenai seorang ahli statistika dan riset operasional ini. Waktu menempuh studi Doktoral, George Dantzig terlambat menghadiri suatu kuliah. Dua soal sudah dituliskan di papan tulis sewaktu ia memasuki ruangan. Ia pun menyalinnya dan mengerjakannya sebagai tugas kuliah. Beberapa saat kemudian ia sadar bahwa soal tersebut bukanlah soal yang mudah…namun karena merasa bahwa itu adalah tugas ia tetap mengerjakannya. Dua soal itupun akhirnya selesai, lalu George mengumpulkannya ke dosen pengampu dan meminta maaf atas lamanya waktu yang dia butuhkan untuk menyelesaikannya dengan beralasan bahwa soal tersebut “sedikit lebih sulit daripada biasanya”.

Kira-kira enam minggu sesudahnya, sang dosen datang ke rumah George sambil tergopoh-gopoh membawa tugas yang ia kumpulkan. Si empunya rumah sempat merasa tidak enak dan berpikir bahwa ia sudah melakukan kesalahan, namun ternyata…? Sang dosen memberitahunya bahwa apa yang ia pecahkan adalah dua soal statistika terkenal tinggi yang belum terpecahkan oleh siapapun. George menjadi orang pertama yang berhasil memecahkannya dan pekerjaannya dirangkum menjadi sebuah makalah untuk kemudian dipublikasikan oleh sang dosen. Tidak berhenti sampai di situ, tahun berikutnya saat George bingung menentukan topic disertasi, sang dosen berkata bahwa penyelesaian dua soal tersebut akan diterimanya sebagai disertasi…

Kisah mengenai George Dantzig ini bahkan dipakai oleh seorang pendeta di masa itu sebagai bahan khotbah tentang kekuatan dari berpikir positif. Lebih lanjut lagi, sebuah film populer berjudul Good Will Hunting dibuat pada 1997 berdasarkan kisah George Dantzig.

MATEMATIKA

Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Jadi berdasarkan etimologis (Elea Tinggih dalam Erman Suherman, 2003:16), perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”.

James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.

Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys, dkk. (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif.

Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan statistik, kalkulus dan trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel.

akhir ceritaq

Kita dulu itu ibarat awan mendung yang membawa titik-titik hujan.

Aku adalah awannya.

Yang menyediakan semua tempat untuk air hujan berlindung. Memberikan kehangatan serta ruang yang nyaman, sehingga kamu selalu aman di bawa ke mana-mana. Sekalipun terkadang rasanya berat dan sesak, tetapi aku tak pernah mengeluh. Aku bangga bisa membawamu ke mana-mana. Aku senang bisa selalu mendekapmu, dan dibuat seolah akan hidup selamanya denganmu.

Dan engkau adalah hujan.

Yang muncul entah dari mana asalnya, membawa banyak harapan, yang ingin selalu kugenggam.
Kamu terasa dingin sekaligus hangat. Keras sekaligus lembut.
Sayangnya kamu tak pernah bisa digenggam, selalu berdalih ingin mencari kebebasan, tanpa diketahui kapan bisa tinggal lama di sebuah ruang.
Dan saat sang waktu bertiup membawa ke manapun kita mau, kamu tiba-tiba pergi.
Jatuh begitu saja ke bumi, tanpa menoleh, tanpa sepatah kata, dan membawa semua harapan itu pergi.....
Namun begitu waktu kembali meniupku, aku sadar... aku menjadi awan yang putih dan ringan. Yang bahagia di antara sinar mentari..
Membiarkanmu yang tadinya jatuh entah ke mana di pelukan bumi, memberikan harapannya pada orang lain...... :)

Jumat, 21 Juni 2013

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM DINASTI SYAFAWI


   BAB II
       PEMBAHASAN

A.     Sejarah Berdirinya Kerajaan Safawi di Persia

Ketika kerajaaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Safawi di Persia baru berdiri.Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Ustmani.[1]

Kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil,Sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat safawiyah, yangberasal dari nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama Safawi terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. [2]

Safi al Din Al Ardabily adalah keturunan dari Imam Syi’ah yang ketujuh Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan Rasulullah dari garis puterinya Siti fatimah.Kerajaan Safawi secara resmi berdiri di Persia pada 1501 M/907,tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja atau syah di Tabriz, demikian pendapat CE Bosworth dan menjadikan Syiah ItsnaAsyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang penting ini tidaklah berdiri sendiri.Peristiwa itu berkaitan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni kurang lebih dua abad.[3]

Sejak Safi Al Din mulai memimpin tarekat safawiyah sampai kepada Syah Ismail memproklamirkan berdirinya kerajaan safawi pada tahun 1501, tarekat safawi mengalami dua fase dalam perjuangannya :
1)      Pada masa 1301-1447 M (700-850 H), gerakan safawi masih murni gerakan keagamaan (kultural) dengan tarekat safawiyah sebagai sarana. Pengikutnya menyebar dari Persia, Syiria dan Anatolia.
2)      Pada masa 1447-1501 M tarekat safawi berubah menjadi gerakan politik (struktural), dengan pemimpinnya Junaid bin Ali. Perubahan terjadi dikarenakan ambisi politik pada diri Junaid. Karena Junaid seorang pemimpin tarekat, maka pengikutnya pun dijadikan pasukan yang diberi nama Qizilbas ( surban merah yang berumbai dua belas sebagai simbol Syiah Imamah Dua Belas).Tapi usaha Junaid masih mengalami kegagalan dalam meraih ambisinya karena selalu gagal dalam menaklukkan beberapa daerah seperti Ardabil dan Chircasia, bahkan dalam tahun 1460 M mati terbunuh. Kemudian digantikan anaknya yang bernama Haidar, tapi belum berhasil juga. Sebelum meninggal, Haidar menunjuk adiknya yang paling kecil bernama Ismail. Setelah berhasil menaklukkan kota Tabriz, Ismail kemudian memproklamirkan berdirinya kerajaan Safawi, dengan Syiah Itsna asyariah sebagai ideologi negara pada tahun 1501M .[4]

Berikut urutan penguasa kerajaan Safawi :
1. Isma'il I (1501-1524 M)
2. Tahmasp I (1524-1576 M)
3. Isma'il II (1576-1577 M)
4. Muhammad Khudabanda (1577-1587 M)
5. Abbas I (1587-1628 M)
6. Safi Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II (1642-1667 M)
8. Sulaiman (1667-1694 M)
9 . Husein I (1694-1722 M)
10. Tahmasp II (1722-1732 M)
11. Abbas III (1732-1736 M)

B. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban Kerajaan Safawi

Perkembangan dan kemajuan kerajaan safawi tidak serta merta dapat diraih ketika Syah Ismail I memimpin (1501-1524 M), tapi kejayaan kerajaan Safawi baru terwujud pada masa pemerintahan Syaikh Abbas yang Agung(1587-1628 M) raja yang kelima. Kemajuan yang dicapai kerajaan Safawi meliputi beberapa bidang, antara lain:

1.      Kemajuan di bidang Politik

Kerajaan Safawi dan Turki Utsmani sebelum abad ke-17 sudah saling bermusuhan dan Safawi banyak mengalami kekalahan, namun setelah AbbasI naik tahta kerajaan Safawi dalam merebut wilayah kekuasaan Turki Utsmani banyak mengalami kemenangan.Permusuhan antara dua Kerajaan aliran agama yang berbeda ini tidak pernah padam sama sekali. Abbas I mengarahkan serangan-serangannya kewilayah Kerajaan Turki Utsmani padatahun 1602 M. Disaat itu Turki Utsmani berada di bawah Sultan Muhammad III.Pasukan Abbas Imenyerang dan berhasil menguasai Tabriz, Sirwan, dan Baghdad. Sedangkan Nakh Chivan, Erivan, Ganja, dan Tiflis dapat dikuasai tahun 1605-1606 M.Selanjutnya pada tahun 1622 M., Pasukan Abbas I berhasil merebut kepulauan Hurmus dan mengubah pelabuhan Gumurun menjadi pelabuhan bandar Abbas.[5]

Jadi dapat disimpulkan bahwa keadaan politik kerajaan Safawi mulai bangkit kembali setelah Abbas I naik tahta dari tahun 1587-1629 dan dia menata administrasi negara dengan cara yang lebih baik. Langkah-langkah yang ditempuh Abbas I dalam rangka memulihkan politik Kerajaan Safawi adalah:
a.            Mengadakan pembenahan administrasi dengan cara pengaturan dan pengontrolan dari pusat
b.           Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qiziblash atas Kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang anggotanya terdiri atas budak-budak yang berasal dari tawanan perang bangsa Georgia, Armenia, dan Sircassia yang telah ada sejak RajaTamh I.
c.            Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Utsmani.
d.           Berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pada khotbah Jumat.

Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi.Secara politik dia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain di masa raja-raja sebelumnya, dengan reformasi politiknya.[6]

2.      Kemajuan di bidang keagamaan

Pada masa Abbas, kebijakan keagamaan tidak lagi seperti masa khafilah-khafilah sebelumnya yang senantiasa memaksakan agar Syi’ah menjadi agama negara, tetapi ia menanamkan sikap toleransi.

Menurut Hamka, terhadap politik keagamaan beliau Abbas tanamkam paham toleransi atau lapang dada yang amat besar. Paham Syi’ah tidak lagi menjadi paksaan, bahkan orang Sunni dapat hidup bebas mengerjakan ibadahnya, Bukan hanya itu saja, pendeta-pendeta Nasrani diperbolehkan mengembangkan ajaran agama dengan leluasa sebab sudah banyak bangsa Armenia yang telah menjadi penduduk setia di kota Isfahan.[7]


3.      Kemajuan di bidang Ekonomi        

Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata telah memacu perkembangan perekonomian Safawi, terlebih setelah kepulauanHurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumurun diubah menjadi Bandar Abbas.Dengan dikuasainya bandar ini, salah satu jalur dagang laut antara timur dan barat yang bisa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Prancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi.
Di samping sektor perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah bulan sabit subur (fortilecrescent).[8]

4.       Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Seni

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia terkenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada masa Kerajaan Syafawi,khususnya ketika Abbas I berkuasa, tradisi keilmuan terus berkembang.Berkembangnya ilmu pengetahuan masa Kerajaan Syafawi tidak lepas dari suatu doktrin mendasar bahwa kaum Syi’ah tidak boleh taqlid dan pintu ijtihad selamanya terbuka. Kaum Syi’ah tidak seperti kaum Sunni yang mengatakan bahwa ijtihad telah terhenti dan orang mesti taqlid saja.KaumSyi’ah tetap berpendirian bahwasanya mujtahid tidak terputus selamanya.[9]

Pada masa ini muncullah beberapa filosof antara lain;Ilmuwan yang melestarikan pemikiran-pemikiran Aristoteles, Al-Farabiadalah Mir Damad alias Muhammad Bagir Damad (w 1631 M) dengan menulis buku filsafat dalam dua bahasa yaitu Arab dan persia, diantaranya yang terkenal qabasat dan taqdisat. (Thohir, 2004: 177) Selain itu ada filosof yang terkenal yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, yang selalu hadir di majelis istana , begitu juga dengan Syah Abbas I yang sangat mendukung kegiatantersebut.

Adapun di bidang seni, kemajuan dalam bidang seni arsitektur ditandai dengan berdirinya sejumlah bangunan megah yang memperindah Isfahan sebagai ibu kota kerajaan ini. Sejumlah masjid, sekolah, rumah sakit,jembatan yang memanjang diatas Zende Rud dan Istana Chihil Sutun.KotaIsfahan juga diperindah dengan kebun wisata yang tertata apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat sejumlah 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Unsur lainnya terlihat dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, permadani dan benda seni lainnya. Serta ada peninggalan masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid SyaikhLutf Allah yang dibangun tahun 1603 M.[10]

C . Sebab-sebab Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi

Seiring dengan perjalanan waktu, kerajaan Safawi, lama kelamaan mengalami masa- masa kemunduran, yang disebabkan antara lain:

1.            Adanya konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Utsmani. Berdirinyakerajaan Safawi yang bermadzhab Syi'ah merupakan ancaman bagi kerajaan Utsmani,sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.
2.            Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan Safawi. Raja Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh tahun tidak pernah sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu pula dengan sultan Husein.
3.            Pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat perjuangan yang tinggi seperti semangatQizilbash .Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan Safawi.
4.            Sering terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana.( Yatim, 2010: 158-159)Krisis abad 18 mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran pramodern. Hampir diseluruh wilayah muslim, periode pramodern yang berakhir dengan Intervensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan pembentukan beberapa rezim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik bangsa Eropa telah didahului dengan kehancuran Inperium Safawiyah dan dengan liberalisasi ulama.

Demikianlah, Rezim safawiyah telah meninggalkan warisan kepada Iran modern berupa tradisi Persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni sebuah rezim yang dibangun berdasarkan kekuatan uymaq atau unsur-unsur kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan syiah yang kohesif, monolitik dan mandiri.[11]










[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h.138-139
[2] Badri Yatim, op.cit., h. 138
[3]Ajib Thohiir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2004), h. 167
[4]Ajib Thohiir, op.cit.,h.172-173
[5] Badri Yatim, op.cit., h.143
[6]Badri Yatim, op,cit., h.1 42
[7]Hamka, Sejarah Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang,1981), h.70
[8]Badri Yatim, op.cit., h. 144
[9]Hamka, op. cit., h. 70
[10]Badri Yatim, op.cit., h. 145
[11]Ira M, Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h.467

MAKALAH SEJARAH PERADABAN ISLAM DINASTI FATHIMIYAH

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Awal Pembentukan dan Perkembagan Dinasti Fatimiyah di Mesir
*      Pembentukan Dinasti Fatimiyah
Dinasti Fatimiyah ini mengaku sebagai keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah Muhammad SAW. atas dasar inilah mereka menisbatkan diri dengan nama Fatimiyah. Khalifah pertama mereka adalah Ubaidillah al-Mahdi di samping itu Khalifah Fatimiyah ini mempunyai pemimpin lain yaitu Ali Ibn Fadhi al-Yamani, Abi Qasyim Khatam Ibn Husain Ibn Hausah al-Kufi, AI-Halawani dan Abu Sofyan. Ubaidillah al- Mahdi yang telah memulai aktivitas di tahun 909 M. dia datang dari Syuriah ke Afrika Utara, menyamar sebagai pedagang, lalu tertangkap oleh Amir Dinasti Aghlabi ziadallah III dibantu oleh gebernurnya al-Yasa, Ubaidillah dipenjarakan di Sijilmasah.[1]
Kelompok yang dipimpin Abdullah Asy-syi'i ingin membebaskan Ubaidillah dari penjara Sijilmasah, melihat kelompok Asy-syi’i ini al-Yasa merasa takut lalu melarikan diri meninggalkan kediamannya. Dengan demikian Asy-syi'i dapat melepaskan Ubaidillah dan anaknya pada waktu itu pula Asy-Syi'i mengangkat Ubaidillah menjadi Khalifah tepatnya di tahun 297/ 909 M.[2]
Khilafah Fatimiyah ini berdiri di Afrika dengan ibu kotanya Raqadah di pinggiran kota Kairawan. Dengan kejadian seperti ini dapatlah dikatakan bahwa Ubaidillah dan pendukungnya telah dapat merebut kekuasaan Bani Ahglab secara Defacto. Daerah pusat pemerintahan Ahglab ini dijadikan tempat pemusatan dakwah Syi'ah. Ubaidillah memulai aksi politiknya dengan menghilangkan nama Khalifah Bani Abbasiah yang selalu disebut dalam khutbah. Di kota Kairawan Ubaidillah disambut oleh masyarakat, mereka membai'at dan menyatakan keta'atan terhadap Ubaidillah, namanya disebut di dalam khutbah dengan gelar "al-Mahdi Amir al-Mukminin", maka saat itu khalifah Fatimiyah telah diakui dan resmi berdiri. Pemimpin Aghlabiyyah terakhir Ziyadatullah III, diusir ke Mesir pada tahun 296 H/909 M, setelah upaya untuk mendapatkan bantuan dari ‘Abbasiah (dibawah pimpinan al-Muqtadir) sia-sia.[3]
Jika diperhatikan secara cermat, penyerangan yang dilakukan oleh orang Fatimiyah ini bukan saja merebutkan pemerintahan, tetapi secara otomatis pula mereka mengalahkan kaum Sunni (Bani Ahglab), yang sejak dahulu menjadi musuh Syi'ah.
Pada tahun yang sama, Da’i termasyhur Abu' Abdullah Asy-Syi'i, berusaha menaklukkan kekuasaan Rustamiyah di Tahart dengan upaya penyerangan terhadap keluarga Rustamiyah. Asy-syi'i didukung oleh orang-orang Beber Ketama.[4] Bangkitnya Fatimiyah yang Syi'i di Maroko ini melemahkan Dinasti Rustamiyah, dan dinasti-dinasti lokal di Maghribi. Dalam penyerangan Asy-Syi itu banyak keluarga Rustamiah terbunuh, dan diantaranya ada yang melarikan diri ke Wargla (daerah Selatan). Maka secara politis Rustamiyah tunduk kepada Fathimiyah.
Perlu diketahui bahwasanya obsesi dari Ubaidillah dan Abu Abdullah asy-Syi’i ini, untuk merebut Tahart sangat baik, karena pada waktu itu Tahart adalah sebuah kota yang makmur di bawah pemerintahan Rustamiyah, menjadi terminal di Utara, dari salah satu rute Kafilah Trans-Sahara, memikat penduduk Kosmopolitan diantaranya kelompok pedagang Persia dan Kristen, menjadi pusat keserjanaan. Secara historis Tahart adalah pusat perkumpulan Kharijiyah diseluruh Afrika Utara dan di luar Afrika. Dari dua kali penaklukan ini Dinasti Fatimiah mulai tampak memperluas daerah kekuasaannya, sehingga menguasai seluruh wilayah Afrika Utara sampai ke Maroko, hingga ke perbatasan Mesir. Tahun 920 pemerintahan Fatimiyah ini sudah stabil, Ubaidillah al-Mahdi membangun sebuah kota baru di bagian Tenggara Kairawan di daerah pantai Tunisia yang diberinya nama al-Mahdiyat, kota ini dijadikan pusat pemerintahannya.[5]
Pada tahun 309 H/921 M, Ubaidillah mengerahkan tenteranya untuk menyerang dan menduduki kota Fez, ibu kota Dinasti Idrisiyah, penguasa Idrisiah Yahya IV Waktu itu terpaksa mengakui kedaulatan Fatimiyah, Kota Fez diduduki tentera Fatimiyah. Setelah itu kekuasaan Idrisiyah mencapai daerah pelosok Maroko, dari Tamdult di Selatan sampai ke daerah Beber Ghomara di Rif (Maroko Utara). Idrisiyah yang berada di Rif ini selain mendapat ancaman dari Fatimiyah, juga mendapat ancaman dari Dinasti Umayyah di Spanyol, yang menerapkan kebijaksanaannya di Afrika utara (Maghrib).[6]
Abdurrahman sebagai pemimpin Bani Umayyah di Spanyol berada di puncak kejayaannya di Faroh pertama abad ke-10 itu, juga merasa khawatir sekali akan ancaman, yaitu berkembangnya Dinasti Fatimiyah. Sehingga pada tahun 929 M Abdurrahman III, mamakai gelar "Khalifah" dan memakai gelar kerajaan “Nasir Lidinillah”, ini bukanlah pernyataan penguasa seluruh negeri Islam, tetapi hanya suatu penegasan bahwasanya dia tidak berada di bawah kekuasaan otoritas Muslim. Abdurrahman merasa Khawatir akan kekuasaan Dinasti Fatimiyah, yang terkenal dengan penggalangan massa melalui dakwah itu. Di sisi lain Bani Fatimiyah tidak mampu membuat Maghrawa dan Zenata menjadi jajahan mereka, karena orang Maghrawa dan Zanata sangat membenci Fatimiyah, mereka lebih suka berada di bawah pimpinan Bani Umayyah di Spanyol. Pada akhirnya Fatimiyah memadamkan pemberontakan kaum Khawarij yang dipimpin oleh Uba Yazid Sajadi tahun 942-944 H.[7]
Selanjutnya Bani Fatimiyah mengalihkan perhatiannya ke wilayah Afrika Utara yaitu Mesir sesuai dengan keinginan al-Mahdi.
*      Pembentukan Dinasti Fatimiyah di Mesir
Obsesi yang tersirat dalam pendirian Bani Fatimiyah yang terpenting adalah mencoba menguasai pusat dunia Islam; yaitu Mesir. Hal yang mendorong mereka untuk menguasai Mesir tersebut adalah faktor "Ekonomi" dan "Politik". Ditinjau dari faktor ekonomi Mesir yang terletak di daerah Bulan Sabit yang alamnya sangat subur dan menjadi daerah lintas perdagangan yang strategis; perdagangan ke Hindia melalui laut Merah, ke Italia dan Laut Tengah Barat, ke kerajaan Bizantium.[8]
Dari segi faktor politik, Mesir terletak di wilayah yang strategis menurut peta politik, daerah ini dekat dengan Syam, Palestina dan Hijaz yang juga merupakan wilayah Mesir sejak Dinasti Tulun. Bila Fatimiyah dapat menaklukkan Mesir berarti akan mudah baginya untuk menguasai Madinah sebagai pusat Islam masa lampau, serta kota Damaskus dan Bahgdad dua ibu kota ternama di zaman Bani Umayyah dan Bani Abbasiah. Dengan demikian maka nantinya Dinasti Fatimiyah ini akan cepat masyhur dan di kenal Dunia. Untuk mencapai hal yang telah dicanangkannya ini Ubaidillah al-Mahdi memerintahkan anaknya Qal-Qasim, melakukan ekspedisi ke Mesir, perjalanan ini dilakukan berturut -turut pada tahun 913, 919 dan 925 H, akan tetapi ekspedisi ini tidak berhasil. AI- Muiz, Khalifah keempat dari Dinasti Fatimiyah melanjutkan rencana penaklukan yang dicita-citakan oleh Khalifah pertama Bani Fatimiyah (Ubaidillah al-Mahdi), dia memulai seterategi baru yakni merangkul kelompok Beber yang ingin melakukan pemberontakan terhadap Fatimiyah, semua kelompok itu dapat ditundukkannya. Setelah itu orang Fatimiyah mengadakan persiapan yang cermat, disamping itu mereka mengadakan propaganda politik di saat Mesir dilanda bencana kelaparan yang hebat. Jauhar menerobos Kairo lama (al-Fustat) tanpa mengalami kesulitan dia dapat menguasai negeri itu. Seorang pangeran Ikhsidiyah yang bernama Ahmad masih berkuasa pada waktu itu, tetapi rezim Ikhsidiah sudah tidak berfungsi lagi dan tidak memberikan perlawanan kepada tentera Jauhar.[9]
Jauhar memasuki Mesir bersama 100.000 tentera.[10] Jauhar mulai membangun kota baru yang diberinya nama al-Qahirah berarti kemenangan di kota ini dia menempatkan bala tenteranya. Serangan ke Mesir ini dilakukan pada tahun 358 H atau 969 M. Setelah al-Qahirah (Kairo) dibangun; pada tahun 973 M pusat pemerintahan Dinasti Fatimiyah dipindahkan ke Kairo dan bertahan sampat tahun 1171 M.[11]
Kota Kairo juga sebagai tempat kediaman para Khalifah Fatimiyah. Maka pembentukan kekuasaan (Khilafah) Fatimiyah ini, tercatat di masa pemerintahan al-Muizz. Persiapan awal yang dijalankan pertama kali adalah:
a.       Merangkul kelompok yang ingin memberontak
b.       Mempersiapkan tentera untuk melakukan penyerangan
c.        Membangun jalan raya menuju ke Mesir
d.      Menggali sumur-sumur di pinggiran jalan raya menuju ke Mesir
e.        Membangun rumah tempat peristirahatan (tentara)
f.        Mempersiapkan dana (keuangan guna perbekalan bagi pasukan Fathimiyah).[12]
Sebagai Panglima yang dipercayakan memimpin tentara pada penaklukan Mesir itu, Jauhar menjalankan aksi politik Fatimiyah bagi penduduk Mesir yaitu dengan :
1)      Memberikan keyakinan kepada penduduk tentang kebebasan mereka   menjalankan ibadah menurut agama dan mazhab mereka masing-masing.
2)      Berjanji akan melaksanakan pembangunan di negeri itu dan akan menegakkan keadilan.
3)      Mempertahankan Mesir dari serangan musuh.[13]
4)      Menghapuskan nama-nama khalifah bani Abbasiah yang disebut-sebut dalam do’a.
5)       Ketika shalat jumat dan digantikan dengan nama Khalifah Fathimiyah.
6)      Menata pemerintahan
Penataan pemerintahan yang dilakukan Jauhar adalah menetapkan kedudukan Ja'afar ibn al-Fadl ibn al-Furat di Mesir, sebagai wazir di Mesir. Pegawai dari golongan Sunni tetap pada posisi semula ditambah dengan seorang pegawai dari Syi'ah Mahgribi di setiap bagian.
Masyarakat Mesir terdiri dari tiga golongan yakni Golongan Sunni, golongan Kristen Koptic dan golongan Syi'ah. Semuanya dibebaskan menjalankan ajaran agamanya masing- masing. Dari setiap mazhab yang ada diangkat seorang qadhi. Dengan demikian masyarakat Mesir yang beraliran Sunni itu tidak merasa khawatir dan tidak menentang pemerintahan yang beraliran Syi’ah IsmaiIiyah ini, rakyat menaruh simpati kepada pemerintahan Fatimiyah, propaganda Syi'ah yang dijalankan oleh Jauhar ini berhasil. Pola pemerintahan yang dijalankan Fatimiyah mengikuti pola pemerintahan bani Abbasiah di Bahgdad.
Kepemimpinan dikonsentrasikan kepada Khalifah dan dibai'ah lewat seremoni yang megah. Golongan Fatimiah ini mengaku diri mereka keturunan Nabi, yang pantas memegang tampuk kepemimpinan kekhalifahan, meskipun Syi'ah Ali menentang mereka. Dinasti Fatimiyah ini semula, mandapat dukungan dari golongan Qaramit dan dalam perkembangannya kedua kelompok ini bermusuhan, kemungkinan karena perbedaan prinsip.
Sumber kehidupan Fatimiyah dari pertanian dan hasil kerajinan serta hasil perdagangan dan lintas perjalanan dagang di Medetaranian dan Laut Merah itu membuat mereka dapat hidup dengan senang dan cukup pula untuk membiayai tentera yang diambil dari luar Mesir seperti tentara suku Bebber, dan orang-orang kulit hitam dari Sudan serta orang-orang Turki.
Keberhasilan Fatimiyah mengembalikan Hajar al-aswad ke Mekkah, setelah 10 tahun lamanya di tangan Qaramithah (dipimpin Hamdan bin Qarmath); merupakan satu keberhasilan yang gemilang sehingga daerah-daerah yang semula mengakui kekuasaan Ikhsidiah, Mekah dan Madinah dan dengan cepat mengakui Fatimiyah. Setelah memerintah selama 22 tahun, al-Mu'iz telah dapat memimpin negara dengan baik, dapat dikatakan khilafah Fatimiyah berdiri kokoh, sesudah beliau wafat kepemimpinan Dinasti Fatimiyah berturut-turut dipimpin Khalifah, al-'Aziz (anak al-Mu'iz), al-Hakim (996M), al-azh-Zahir (1021 M), al-Mustansir (103 M), al-Musta'ali (1094 M , al-Amir (1101 M), al-Hafiz (1131M ), azh-Zhafir (1154 M), al- Fa'iz (1154 M), al-'Adhid (1171 M). Lamanya Dinasti Fatimiyah berdiri 208 tahun. Sebelum khalifah di atas, yaitu Ubaidillah al-Mahdi, Qo’im (322 H/934 M), Mansur (334 H/945 M), dan Mu’iz (341 H/952 M).[14] Kesemuanya berjumlah empat belas khalifah.

B.     Kemajuan dan Kontribusi Dinasti Fatimiyah di Mesir
Masa kegemilangan khilafah Fathimiyah di tandai dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke kairo pada tahun 1973.  Dengan berpindahnya ibu kota tersebut telah menawarkan prospek baru bagi kemajuan khilafah ini. Indikasi-indikasi kemajuan yang terjadi masa khilfah Fathimiyah di Mesir dapat diamati dalam beberapa bidang antara lain: bidang politik, ilmu pengetahuan, ekonomi, administrasi, militer, seni dan arsitektur.
1.      Bidang Politik
Kemajuan khilafah Fathimiyah di bidang politik antara lain terlihat dari ekspansi wilayah yang dilakukannya. Pada masa khilafah ini ekspansi ayau perluasan wilayahnya telah meliputi seluruh Syiria, sebagian Mesopotamia, perbatasan sungai Efrat, Hijaz, Yaman, dan Aleppo.
Untuk memperkokoh kedudukan pemerintahannya, khilafah Fathimiyah menjalin hubungan yang baik dengan Byzantium dan juga dengan mengirimkan para Dainya ke beberapa daerah antara lain seperti daerah Sind dan Yaman.  Upaya menjalin hubungan baik antara bangsa dengan pengiriman Da’i tersebut sangat esensial sekali untuk menjaga intergitaas wilayah, menciptakan suasana perdamaian dan sekaligus akan membawa kemajuan khilafah ini.
2.      Ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan sangat penting dalam kehidupan manusia. Sebab tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak akan mampu mengolah alam ciptaan Allah SWT secara baik dan bahkan akan menjadi umat yang tertinggal dan terbelakang.
Pada masa kekhilafahan Fathimiyah, antusias masyarakat maupun pemerintahan terhadap ilmu pengetahuan cukup tinggi. Ini terbukti dengan diberikannya bea siswa bagi orang-orang yang menuntut ilmu pengetahuan oleh khilafah dan dibangunnya pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan seperti: Dar al-Hikmah atau Dar al-llm,  dan universitas al-Azhar.  Di universitas ini diajarkan berbagai ilmu pengetahuan antara lain: ilmu optic, kedokteran, fiqih, tauhid, nahwu, bahasa Arab, bayan, mantiq, matematika, dan lain-lain.[15]



[1] Philip K Hitti. History of the Arab. 1970. London. Macmillan Press. hal 617

[2] Muhammad Jamal al- Din al surur. Al-Daulah al-Fatimiyah fi Mishri. 1979. Dar al-Fikri. hal 16-19.
[3] Boswort. C.E. Dinasti-dinasti Islam. 1980. Bandung. Penerbit Mizan. hal 47

[4] Ibid. hal 49
[5] Philip K Hitti. Loc.cit. hal 67
[6] Boswort. C.E. Dinasti-dinasti Islam. Loc.cit. hal 43
[7] Syaed Mahumudunnasir. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. 1994. Bandung. Penerbit Remaja Rosdakarya. hal 318-319.

[8] W Watt Montgomory. Kerajaan Islam. 1990. Yogya. Tiara Wacana. hal 216

[9] W Watt Montgomory. Kerajaan Islam. Loc.Cit. hal 71
[10] Ahmad Syalabi. Mausu’at al-Tarikh al-Islami wa al-Mishriyah. 1979. Mesir. hal 327
[11] Philip K Hitti. Loc. Cit. Hal 618
[12] Muhammad Surur Jamaluddin. Misr fi ‘Asr ad-Daulah Fathimiyah. 1960. Cairo. Maktabah an-Nahdhah. hal 33-34
[13] Philip K Hitti. Loc.cit. hal 619
[14] Musyrifah Sunanto. Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. 2003. Jakarta. Prenada Media. Hlm 143

[15] Boswort. C.E. Dinasti-dinasti Islam. op.cit. hal 17